Oleh: Desfortin Malam terus merangkak maju menuju peraduannya Gerimis mengiringi gelapnya malam ini meski mangkrak Mataku terpejam, namun sukmaku terjaga untuknya Gema keheningan mengukir malam yang bergejolak Aku muak, bosan, merana dan tak berdaya, kecuali MENULIS PUISI HATI Tak ada yang layak diberi, sekalipun ada, untuk apa? Bukankah semuanya seperti tak bermakna lagi Tak ada yang layak memberi, sekalipun ada, untuk apa? Bukankah semuanya seperti tak dianggap lagi Aku muak, bosan, merana dan tak berdaya, kecuali MENULIS PUISI HATI Saat sukma berselimutkan kemungkinan akan cinta yang hampa Hanya manusia setengah dewa yang mampu memaknainya Saat alam bawah sadar berselimutkan kerinduan akan cinta bermakna Hanya manusia setengah gila yang tak mampu memaknainya Aku muak, bosan, merana dan tak berdaya, kecuali MENULIS PUISI HATI Cinta tetap bergema di relung jiwa yang terdalam Bilamanakah ia takkan bergema lagi? Cinta tetap ada, tak mungkin diingkari satu malam Bilamanakah ia takkan berkuasa lagi? Cinta sejati tak mungkin dihancurkan oleh apapun (kata Devi, istri Ashoka) Aku muak, bosan, merana dan tak berdaya, kecuali MENULIS PUISI HATI Kebencian tetap bergema di relung jiwa yang dangkal Bilamanakah ia takkan bergema lagi? Kebencian tetap ada, mustahil diingkari satu hari Bilamanakah ia takkan berkuasa lagi? Memilih benci berarti menyakiti diri sendiri (kata hai hai, pendekar cinta) Aku muak, bosan, merana dan tak berdaya, kecuali MENULIS PUISI HATI Meski nurani itu kejam, selalu bersuara jujur Meski asa adalah sauh jiwa, selalu menghibur Tapi nurani dan asa bukan segalanya Sebab kebenaran itu […]
Read More →
Komentar Terbaru