Cerpen Cen-Cen (Desfortin Menulis, 29 Desember 2018) Hari Minggu, aku telah bersiap-siap. Rencananya kami pergi memancing ke sungai yang tidak jauh dari kampung. Sungai Himun, namanya. Pancing ku siap, setelah susah payah membujuk bapak untuk merakitnya. Cacing tanah berukuran kecil kusimpan dalam wadah bekas, 2 bungkus mie goreng mentah dan sebotol air minum telah terkumpul rapi dalam butah. Butah adalah sejenis wadah terbuat dari anyaman rotan. Butah berbentuk tas gendong sehingga dapat dibawa dengan mudah. “Sudah siap?” Reno mengagetkan ku. “Ya. Don mungkin sebentar lagi,” “Don mungkin ngalandau. Tadi malam film Angling Dharma telat sekitar satu jam. Aku sampai tertidur di depan Tv.” Aku tersenyum. Tentu saja tadi malam aku nonton. Malam Minggu memang menjadi satu-satunya kesempatan ku. Dari jauh tampak sosok berlari ke arah kami. Itu si Don. Sepertinya dia memang terlambat bangun. Nafasnya ngos-ngosan. Setibanya pada kami, tangannya yang kecil menyangga tubuhnya menunduk megap-megap mencari udara. “Hey. Sori. Ngalandau..” Kami serempak tertawa. “Hayu ah, berangkat,” kata ku. Kami menelusuri jalan kampung setapak demi setapak. Pemandangan hari Minggu memang berbeda. Jalan-jalan masih nampak sepi. Orang-orang lebih banyak lalu lalang masuk ke dalam hutan; mencari sayur, marengge di Sungai Kahayan, mencari kayu bakar atau seperti kami, memancing. Sekian jauh sudah kami berjalan. Masuk hutan keluar hutan. Kadang terasa gelap jika kami dilindungi pohon-pohon besar nan angker. Sinar matahari sesekali menerobos masuk. Nyamuk tidak hentinya membuntuti. “Ingatkan aku!” kata ku. “Apa?” “Mencari rotan. Pesan pak guru” “Untuk apa?” Don melengos ke […]
Read More →
Komentar Terbaru